Rumah Sakit Harus Tingkatkan Efisiensi

Pasien Tak Boleh Dipulangkan jika Belum Pulih.

JAKARTA, KOMPAS - Tarif paket Indonesia Case Based Groups bukan plafon paket biaya, melainkan plafon paket pengobatan. Rumah Sakit perlu meningkatkan efisiensi agar bisa merawat pasien secara maksimal. Untuk penyakit kronis, rumah sakit dapat memberikan resep obat di luar paket INA-CBG sesuai dengan indikasi medis sampai kontrol berikutnya apabila penyakit belum stabil. 

Hal itu dikemukakan Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris di sela-sela acara Evaluasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi Anggota TNI-Polri, Selasa (28/1), di Jakarta.

Ia menanggapi pertanyaan mengenai keluhan sejumlah pasien terkait perbedaan fasilitas dari asuransi sosial terdahulu, yakni Askes untuk pegawai negeri sipil dan keluarga, serta Asabri untuk anggota TNI-Polri dan keluarga. Dulu dengan skema Askes dan Asabri, pasien akan dirawat sampai pulih kesehatannya. Namun, pada skema JKN lewat paket INA-CBG, pasien bisa dipulangkan walau belum pulih karena paketnya sudah habis.

Fachmi menyatakan, jika rumah sakit memahami INA-CBG sebagai paket biaya, perawatan pasien bisa berakhir dalam satu-dua hari saja. Sebab, biaya untuk penyakit yang diderita pasien telah menyentuh plafon akibat beragam prosedur yang tidak perlu. Namun, jika dipahami sebagai paket pengobatan, rumah sakit akan mempertimbangkan bentuk perawatan yang paling diperlukan pasien. 

Ia mencontohkan, pasien stroke secara ilmu kedokteran dibagi dalam dua kelompok, yaitu yang pendarahan dan yang bukan pendarahan (penyumbatan). Dalam paket INA-CBG, pasien stroke pendarahan ditanggung untuk melakukan CT scan, sedangkan pasien bukan stroke pendarahan tidak ditanggung. Namun, bisa saja rumah sakit melakukan CT scan untuk semua pasien stroke. "Ini yang disebut prosedur tidak perlu," kata Fachmi.

INA-CBG merupakan sistem paket pembayaran kepada pemberi pelayanan kesehatan yang dikelompokkan berdasarkan ciri klinis penyakit dan pemakaian sumber daya yang sama. Besaran tarif INA-CBG ditetapkan. National Casemix Centre (NCC). Kementerian Kesehatan  yang terdiri dari para wakil rumah sakit pemerintah dan jajaran kemenkes terkait. 

Secara umum, masalah-masalah teknis terkait pelaksanaan paket INA-CBG dalam program JKN, seperti tarif  pelayanan gawat darurat, pelayanan rujuk balik, surat rujukan, dan paket pengobatan lain sedikit banyak terselesaikan dengan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 31 dan Nomor 32 yang diterbitkan 16 Januari 2014. Surat edaran tersebut sebagai bentuk  evaluasi permasalahan lapangan dua minggu pelaksanaan JKN.

Masalah rujukan, obat untuk penyakit kronis, pemberian kemoterapi, talasemia, dan hemofilia diatur dalam SE Menkes 32/2014. Untuk penyakit kronis rumah sakit dapat memberikan tambahan resep obat di luar paket INA-CBG sesuai indikasi medis sampai kontrol berikutnya apabila penyakit belum stabil.

Tak boleh dipulangkan

"Yang paling penting harus dipahami oleh pihak rumah sakit adalah siapa pun yang datang untuk berobat harus mendapat pelayanan. Rumah sakit bukan institusi profit semata, ada unsur sosial yang  harus diutamakan. Tidak boleh ada pasien yang tidak dilayani," ujar Fachmi. 

Wakil Ketua NCC Anang Tribowo mengatakan, rumah sakit tidak boleh melihat pelayanan pasien hanya dari paket pengobatan. Seharusnya, pemahaman dan pola pikir pelayanan kesehatan kepada pasien sama, pasien yang datang didiagnosis penyakitnya lalu diobati. Pasien tidak boleh dipulangkan semata-mata karena paket pengobatan telah mencapai plafon.

Menurut Anang, banyak rumah sakit mengeluhkan tarif paket lebih rendah dibanding tarif umum  di kelas yang sama. Harus dievaluasi, apakah tarif itu memang tidak layak atau sebenarnya sudah wajar, tetapi rumah sakit yang kurang efisien. "Bisa jadi, harga yang lebih tinggi pada pola umum, karena rumah sakit tidak efisien," kata Anang.

Rugi tidaknya sebuah rumah sakit bisa dilihat dengan menjumlah total kasus yang memakai pola tarif INA-CBG dalam sebulan dibandingkan dengan total tarif jika memakai pola umum. Kalau membandingkan tarif paket satu per satu, tentu ada tarif yang lebih rendah ada yang lebih tinggi.

Ia menambahkan, pada 2012, dengan perhitungan seperti itu, sebuah rumah sakit hanya mengalami kerugian sebulan dalam setahun. "Itu pun sebenarnya bukan kerugian, sebab pembandingnya bukan harga dasar, melainkan harga pola umum yang tentu mempunyai penghitungan tersendiri," ujarnya. (A10)        

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Brokoli Mampu Cegah Stroke

Rokok Elektrik Berdampak Buruk, Aturan Belum Jelas